A. Pengertian Antimonopoli
Menurut UU no. 5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi atau pemasaran atas barang atau jasa tertenu sehingga menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Undang-undang Anti Monopoli No. 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha.
A. Asas dan Tujuan Anti monopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang persaingan usaha adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatandan konspirasi yang cenderung mengurangi atau menghilangkan persaingan.
B. Kegiatan yang Dilarang dalam Anti Monopoli
Menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti dipasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha tersebut mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingan dipasar yang bersangkutan tersebut dalam kaitan dengan keampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjual serta kemampuan untuk meyesuaikan pasokan atau permintaan barang tertentu.
Menurut pasal 33 ayat 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh negara.
C.Perjanjian yang Dilarang dalam Anti Monopoli dan Pesaingan Usaha
Pasal 1313 KUH Perdata, UU No. 5/ 1999 menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subjek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/ 1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut:
a. Oligopoli
b. Penetapan Harga
c. Pembagian wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Integrasi vertikal
i. Perjanjian tertutup
j. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Arti Kepailitan
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1998. Berdasarkan undang-undang tersebut di atas, Kepailitan adalah sita umum terhadap seluruh harta kekayaan Debitur pailit yang sudah ada pada saat Debitur dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga yang berwenang maupun yang akan diperoleh selama kepailitan berlangsung.
Pasal 22 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dengan tujuan akhir untuk mempergunakan seluruh harta Debitur pailit tersebut (harta pailit) membayar semua Krediturnya secara adil dan merata berimbangan oleh seorang Kurator dibawah pengawasan
Hakim Pengawas.
Pembayaran utang Debitur pailit dilakukan oleh Kurator berdasarkan Pasal 1131
sampai dengan Pasal 1138 KUH Perdata.
Asas di dalam Undang-undang Kepailitan
Dalam Penjelasan Umum Undang-undang Kepailitan dikemukakan bahwa:
1. Sebab perlunya diadakan pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) adalah untuk menghindari perebutan harta Debitor, apabila pada waktu yang sama ada beberapa Kreditor yang menagih piutangnya dari Debitor dan untuk menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual milik Debitor tanpa memperhatikan kepentingan Debitor atau para
Kreditor lainnya.
2. Kalau kita teliti, maka asas-asas Undang-undang Kepailitan adalah:
a) Asas keseimbangan. Dalam Undang-undang Kepailitan terdapat ketentuan yang merupakan perwujudan asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur. Di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditor yang beritikad tidak baik.
b) Asas keadilan. Asas keadilan ini adalah untuk mencegah terjadinya kesewenangan pihak penagih utang yang mengusahakan penerimaan pembayaran atau realisasi tagihan masing-masing terhadap Debitor tanpa menghiraukan Kreditor lainnya.
Referensi:
http://lailly0490.blogspot.com/2010/06/antimonopoli-dan-persaingan-usaha.html
http://www.scribd.com/doc/39333506/Prosiding-Seminar-Nasional-Kepailitan-Usaid-in-Acce-Project-Akpi