Archive for April, 2011

ANTI MONOPOLI DAN KEPAILITAN

A. Pengertian Antimonopoli

Menurut UU no. 5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi atau pemasaran atas barang atau jasa tertenu sehingga menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Undang-undang Anti Monopoli No. 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha.

A. Asas dan Tujuan Anti monopoli dan Persaingan Usaha

Asas

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan

Undang-Undang persaingan usaha adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatandan konspirasi yang cenderung mengurangi atau menghilangkan persaingan.

B. Kegiatan yang Dilarang dalam Anti Monopoli

Menurut pasal 33 ayat 2. Posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti dipasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha tersebut mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingan dipasar yang bersangkutan tersebut dalam kaitan dengan keampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjual serta kemampuan untuk meyesuaikan pasokan atau permintaan barang tertentu.

Menurut pasal 33 ayat 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh negara.

C.Perjanjian yang Dilarang dalam Anti Monopoli dan Pesaingan Usaha

Pasal 1313 KUH Perdata, UU No. 5/ 1999 menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subjek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/ 1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut:

a. Oligopoli

b. Penetapan Harga

c. Pembagian wilayah

d. Pemboikotan

e. Kartel

f. Trust

g. Oligopsoni

h. Integrasi vertikal

i. Perjanjian tertutup

j. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Arti Kepailitan

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-Undang No. 4 Tahun 1998. Berdasarkan undang-undang tersebut di atas, Kepailitan adalah sita umum terhadap seluruh harta kekayaan Debitur pailit yang sudah ada pada saat Debitur dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga yang berwenang maupun yang akan diperoleh selama kepailitan berlangsung.

Pasal 22 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dengan tujuan akhir untuk mempergunakan seluruh harta Debitur pailit tersebut (harta pailit) membayar semua Krediturnya secara adil dan merata berimbangan oleh seorang Kurator dibawah pengawasan

Hakim Pengawas.

Pembayaran utang Debitur pailit dilakukan oleh Kurator berdasarkan Pasal 1131

sampai dengan Pasal 1138 KUH Perdata.

 

 

Asas di dalam Undang-undang Kepailitan

Dalam Penjelasan Umum Undang-undang Kepailitan dikemukakan bahwa:

1. Sebab perlunya diadakan pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) adalah untuk menghindari perebutan harta Debitor, apabila pada waktu yang sama ada beberapa Kreditor yang menagih piutangnya dari Debitor dan untuk menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual milik Debitor tanpa memperhatikan kepentingan Debitor atau para

Kreditor lainnya.

2. Kalau kita teliti, maka asas-asas Undang-undang Kepailitan adalah:

 

a) Asas keseimbangan. Dalam Undang-undang Kepailitan terdapat ketentuan yang merupakan perwujudan asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur. Di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditor yang beritikad tidak baik.

b) Asas keadilan. Asas keadilan ini adalah untuk mencegah terjadinya kesewenangan pihak penagih utang yang mengusahakan penerimaan pembayaran atau realisasi tagihan masing-masing terhadap Debitor tanpa menghiraukan Kreditor lainnya.

 

Referensi:

http://lailly0490.blogspot.com/2010/06/antimonopoli-dan-persaingan-usaha.html

http://www.scribd.com/doc/39333506/Prosiding-Seminar-Nasional-Kepailitan-Usaid-in-Acce-Project-Akpi

 

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Perlindungan Konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli. Namun dalam uatu kenyataannya pada saat ini konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen.

Dalam beberapa kasus banyak ditemukannya pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konumen dalam tingkatan yang dianggap dapat membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen.

 

Beberapa contohnya adalah :

– Makanan kadarluasa yang kini beredar seperti berupah parcel dan produk-produk                        kadarluasa pada dasarnya sangat berbahaya karena terdapat jamur dan bakteri yang bisa       menyebabkan keracunan.

– Masih banyak ikan yang mengandung formalin dan boraks, akibat nya jika dikonsumsi terus       menerus dapat berakibat timbulnya sel-sel kanker yang pada akhirnya dapat memperpendek          usia hidup atau yang dapat menyebabkan kematian.

– Daging sisa atau bekas dari hotel dan restoran yang diolah kembali.

– Produk susu China yang mengandung melamin, ditemukan kandungan melamin disetiap             produk-produk susu buatan China. Zat tersebut biasa nya digunakan dalam perabotan rumah          tangga atau bahan plastik, tapi jika zat tersebut dicampurkan ke susu maka secara otomatis             akan meningkatkan kandungan protein pada susu, Tapi dapat berbahaya pada anak-anak   penyakit seperti, gagal ginjal bahkan meninggal dunia.

 

Hukum Perlindungan Konsumen

UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:

  • Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
  • Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821.
  • Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
  • Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
  • Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

 

Undang-undang Tentang Perlindungan Konsumen

 

B A B I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum unuk memberikan perlindunagn kepada konsumen.

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang / jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mauun makhluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan.

3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha , baik yang berbentuk badan hokum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

 

 

Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan

4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidaj bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan olek konsumen.

6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang / jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang / jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.

7. Impor barang adalah kegiatan memaukan barang kedalam daerah pabean.

8. Impor jasa adalah kegiatan penyedian jasa asing untuk digunakan didalam wilayah Republik Indonesia.

9. Lembaga perlindungan konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.

10. klausula baku adalah setiap atuaran ketentuan dan syrat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahalu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen/ perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

11. Badan penyelesaiaan sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

12. Badan perlindungan konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.

13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.

 

 

B A B II

ASAS DAN TUJUAN

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Pasal 2

Perlindungan Konsumen Bertujuan:

a. Meningkatkan kesadran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri:

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakai barang / jasa

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang / jasa yang menjamin kelangsunan usaha produksi barang / jasa, kesehatan, kenyaman, keamanan, dan keselamatan konsumen.

 

 

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 6

Hak Pelaku usaha adalah:

a. Hak untuk meneriam pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang / jasa yang diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengkea konsumen.

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang / jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 7

DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Kewajiban pelaku usaha adalah:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi an jaminan barang / jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang / jasa yang diproduksi / diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang/ jasa yang berlaku

e. memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji / mencoba barang/ jasa tertentu serta memberi jaminan / garansi atas barang yang dibuat / yang diperdagangkan.

f. Memberi konpensasi ganti rugi/ penggantian atas kerugian akibat penggunaan pemakaian dan pemanfaatan barang / jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi konpensasi ganti rugi/ penggantian apabila barang / jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

 

 

Referensi:

http://www.scribd.com/doc/18545014/makalah-perlindungan-konsumen

http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen

http://www.tempointeraktif.com/hg/peraturan/2004/04/13/prn,20040413-02,id.html

 

 

PASAR MODAL

Pengertian Pasar Modal

Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif bagi para investor selain alternatif investasi lainnya, seperti : menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya.

Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya.

Fungsi pasar modal adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan “kriteria pasarnya” secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara keseluruhan.

Manfaat

Emiten

Bagi emiten, pasar modal memiliki beberapa manfaat, antara lain:

1. Jumlah dana yang dapat dihimpun berjumlah besar

2. Dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai

3. Tidak ada convenant sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam pengelolaan             dana/perusahaan

4. Solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan

5. Ketergantungan emiten terhadap bank menjadi lebih kecil

Investor

Sementara, bagi investor, pasar modal memiliki beberapa manfaat, antara lain:

1. Nilai investasi perkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut        tercermin pada meningkatnya harga saham yang mencapai kapital gain.

2. Memperoleh dividen bagi mereka yang memiliki/memegang saham dan bunga yang       mengambang bagi pemenang obligasi.

3. Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen yang mengurangi risiko.

Lembaga dan Struktur Pasar Modal Indonesia

Pasar Modal di Indonesia terdiri atas lembaga-lembaga sebagai berikut:

Referensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_modal

KEKAYAAN INTELEKTUAL

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.

Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak.

Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Pembagian HaKI

 

Secara garis besar dan umum , Hak atas Kekayaan Intelektual dibagi menjadi 2 kategori, yaitu :

  1. Hak cipta
  2. Hak kekayaan industri

Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku [UU No.19 thn 2002 Pasal 1 ayat 1]

 

sedangkan, Hak kekayaan industri meliputi atau mencakup :

  • Paten
  • Merek
  • Desain Industri
  • Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
  • Rahasia Dagang
  • Varietas Tanaman

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa HaKi dibagi menjadi lebih spesifik lagi agar undang-undang yang berlaku juga sesuai dengan porsinya.

Untuk penjelasan lebih detail mengenai Hak kekayaan industri, akan di jelaskan di postingan berikutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Teori Hak Kekayaan Intelektual

Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia

Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

  • Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
  • Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
  • Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
  • 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
  • Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
  • Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
  • 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
  • Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
  • Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
  • 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
  • Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
  • Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
  • Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
  • Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
  • Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.

Referensi:

http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual

http://shelly-jelly.blogspot.com/2010/07/pembagian-hak-atas-kekayaan-intelektual.html

 

HUKUM TENTANG ASURANSI

Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.

Prinsip dasar asuransi

Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu :

1.    Insurable interest Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan         keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.

2.    Utmost good faith Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap,            semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan   baik diminta maupun tidak. Artinya adalah : si penanggung harus dengan jujur          menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi           dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek       atau kepentingan yang dipertanggungkan.

3.    Proximate cause Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang       menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari          sumber yang baru dan independen.

4.    Indemnity Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat        sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).

5.    Subrogation Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim           dibayar.

6.    Contribution Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut   memberikan indemnity.

Keuntungan Perusahaan Asuransi

Perusahaan asuransi juga mendapatkan keuntungan investasi. Ini diperoleh dari investasi premi yang diterima sampai mereka harus membayar klaim. Uang ini disebut “float”. Penanggung bisa mendapatkan keuntungan atau kerugian dari harga perubahan float dan juga suku bunga atau deviden di float. Di Amerika Serikat, kehilangan properti dan kematian yang tercatat oleh perusahaan asuransi adalah US$142,3 milyar dalam waktu lima tahun yang berakhir pada 2003. Tetapi keuntungan total di periode yang sama adalah US$68,4 milyar, sebagai hasil dari float.

Landasan Hukum

Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan, di antaranya sebagai berikut.

  1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
  4. KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
  5. KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
  6. KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.

Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992

Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Badan yang menyalurkan risiko disebut “tertanggung”, dan badan yang menerima risiko disebut “penanggung”. Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan: ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh “tetanggung” kepada “penanggung” untuk risiko yang ditanggung disebut “premi”. Ini biasanya ditentukan oleh “penanggung” untuk dana yang bisa diklaim di masa depan, biaya administratif, dan keuntungan.

Asuransi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Definisi Asuransi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), tentang asuransi atau pertanggungan seumurnya, Bab 9, Pasal 246:

“Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.

 

 

Referensi:

http://id.wikipedia.org/wiki/Asuransi

http://www.anneahira.com/hukum-asuransi.htm

 

SURAT SURAT BERHARGA

Surat berharga komersial atau Commercial paper adalah sekuritas dalam pasar uang yang diterbitkan oleh bank berkapitalisasi besar serta perusahaan. Biasanya instrumen ini tidak digunakan sebagai investasi jangka panjang melainkan hanya sebagai pembelian inventaris atau untuk pengelolaan modal kerja. Dimana biasanya pula instrumen ini dibeli oleh lembaga keuangan karena nilai nominalnya terlalu besar bagi investor perorangan, dan termasuk dalam kategori investasi yang sangat aman sehingga imbal hasil dari surat berharga komersial ini juga rendah. Ada empat macam bentuk dasar dari surat berharga komersial ini yaitu :

  1. Surat sanggup bayar
  2. Cek
  3. Deposito
  4. Wesel aksep (Bank draft)

Sebab jatuh tempo dari surat berharga komersial ini tidak melebihi 9 bulan serta penggunaannya hanya untuk keperluan pembayaran transaksi maka surat berharga komersial ini dikecualikan dari kewajiban pendaftaran sebagai surat berharga yang dapat diperdagangkan oleh komisi pengawas bursa efek Amerika (Securities and Exchange Commission-SEC).

Surat berharga komersial ini di Kanada didefinisikan sebagai efek yang memiliki masa jatuh tempo tidak melebihi 1 tahun dan oleh karenanya dikecualikan dari kewajiban pendaftaran serta penerbitan prospektus.

Apabila suatu usaha telah sedemikian besarnya dan memiliki peringkat kredit yang tinggi maka penggunaan surat berharga komersial ini sebagai sumber pembiayaan akan lebih murah daripada menggunakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank. Sehingga surat berharga ini dapat dianggap alternatif sumber pembiayaan selain bank. Namun demikian banyak perusahaan tetap mengambil fasilitas kredit sebagai perlindungan atas surat berharga komersial yang diterbitkannya. Dalam keadaan demikian, bank seringkali mengenakan biaya atas fasilitas kredit tersebut walaupun kenyataannya dana kredit tersebut belum digunakan.     Walaupun imbalan ini nampaknya suatu keuntungan bagi bank namun apabila perusahaan tersebut menggunakan fasilitas kredit tersebut guna membayar surat berharga komersialnya yang jatuh tempo maka seringkali perusahaan tersebut akan sulit mengembalikan kredit yang diambilnya.

Terdapat dua cara penerbitan surat berharga yaitu :

  • Penerbitan secara langsung kepada investor jangka panjang seperti lembaga            keuangan, atau Penerbitan langsung ini biasanya dilakukan oleh lembaga keuangan       yang memiliki kebutuhan tetap atas pinjaman dalam jumlah besar yang memilih      melakukan penerbitan langsung yang lebih ekonomis dibandingkan menggunakan pialang investasi.
  • Penerbitan secara tidak langsung yaitu dijual kepada pialang dan pialang tersebutlah          yang memperdagangkannya di pasar uang.
  • Di Indonesia
  • Perkembangan surat berharga komersial ini di Indonesia diawali pada tahun 1980 dimana pemerintah mengeluarkan serangkaian paket kebijakan deregulasi pada sektor   riel, sektor finansial, sektor investasi dimana surat berharga komersial ini adalah     merupakan salah satu bentuk pengembangan pasar finansial.. Dimana selanjutnya      pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.      28/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 49/52/UPG yang masing-          masing bertanggal 11 Agustus 1995 tentang “Persyaratan Perdagangan dan Penerbitan     Surat Berharga Komersial” (Commercial Paper) melalui bank umum di Indonesia,       dimana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai        pedoman yang seragam serta memiliki dasar hukum yang kuat terhadap keberadaan   surat berharga komersial.
  • Penerbitan surat berharga komersial di Indonesia juga harus memperoleh peringkat             dari Lembaga Pemeringkat Kredit (Credit Rating).
  • Definisi commercial paper di Indonesia diartikan sebagai suatu obigasi jangka pendek       dengan jangka waktu jatuh tempo berkisar 2 sampai 270 hari, yang dikeluarkan oleh          bank atau perusahaan atau peminjam lain kepada investor yang mempunyai uang          tunai untuk sementara waktu. Instrumen tersebut tidak ada jaminannya (unsecured       instrument) dan biasanya diberikan secara discount namun ada juga yang memberikan       bunga tertentu”.

Syarat-syarat penerbitan surat berharga komersial di Indonesia

Syarat-syarat penerbitan surat berharga komersial ini dapat ditemukan pada ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 5 dari Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR tanggal 11 Agustus 1995 yaitu :

Kriteria

  1. Berjangka waktu paling lama 270 (dua ratus tujuh puluh) hari
  2. Diterbitkan oleh perusahaan bukan bank dalam Pasal 1 angka 9 surat keputusan ini.
  3. Mencantumkan
  • Klausula sanggup dan kata-kata “Surat Sanggup” di dalam teksnya dan dinyatakan         dalam bahasa Indonesia.
  • Janji tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
  • Penetapan hari bayar
  • Penetapan pembayaran
  • Nama pihak yang harus menerima pembayaran atau penggantinya
  • Tanggal dan tempat surat sanggup diterbitkan
  • Tanda tangan penerbit

Pada halaman muka commercial paper sekurang-kurangnya dicantumkan hal-hal sebagai berikut :

  • Kata-kata “Surat Berharga Komersial” (Commercial Paper) yang ditulis kata-kata “Surat Sanggup”
  • Pernyataan “tanpa protes” dan “tanpa biaya” sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 176 jo Pasal 145 KUHD ;
  • Nama bank atau perusahaan efek dan nama serta tanda tangan pejabat bank atau perusahaan efek yang ditunjuk sebagai agen tanda keaslian Commercial Paper, tanpa penempatan logo atau perusahaan efek secara mencolok ;
  • Nama dan alamat bank atau perusahaan yang ditunjuk sebagai pembayar tanpa penempatan logo bank atau perusahaan secara mencolok ;
  • Nomor seri Commercial Paper ;
  • Keterangan cara penguangan Commercial Paper sebagaimana diatur dalam pasal 4 surat keputusan ini.

Pada halaman belakang Commercial Paper dicantumkan hal-hal sebagai berikut :

  • Pernyataan mengenai endosemen blanko tanpa hak regres dengan klausula “Untuk saya kepada pembawa tanpa hak regres”.
  • Cara perhitungan nilai tunai

 

 

 

Referensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_berharga_komersial

HUKUM DAGANG

Pengertian Hukum

Manusia adalah mahluk sosial. Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum (Ubi Societas Ubi Ius).

Hukum : aturan-aturan perilaku yang dapat diberlakukan/diterapkan untuk mengatur hubungan hubungan antar manusia dan antara manusia dan masyarakatnya.

Pengertian Hukum Dagang

Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan.

Hukum dagang adalah hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagai hukum dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar abad ke-17. Raja Louis XIV membuat 2 peraturan yaitu Ordonance Du Commerce (1673) dan Ordonance De La Marine (1681).

 

Sumber hukum dagang tempat dimana hukum dagang diatur:

1. Dalam bentuk undang-undang :

a. KUH Perdata dan KUHD.

b. UU No. 14 Tahun 1945 tentang Pos.

c. UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek.

D. Stb 1939 No. 569 Perseroan Indonesia atas nama.

2. Yang tidak tertulis (kebiasaan) : Timbul dalam praktek perdagangan, misalnya beberapa                        provisi komisioner untuk jenis barang dagang tertentu.

3. Persetujuan khusus : Persetujuan khusus yang dibuat oleh pihak-pihak.

4. Perjanjian antara negara (Traktat) tentang khusus dalam perdagangan.

5. Jurisprudensi : Keputusan hakim terdahulu yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,                                 dan dijadikan keputusan oleh hakim yang lain mengenai masalah yang                                       timbul.

 

Berapa Undang-Undang Bidang Bisnis

Aturan yang memberi landasan hukum keberadaan lembaga-lembaga yang mewadahi para pelaku bisnis dalam menjalankan aktifitasnya.

J UU NO.25 TAHUN 1992 Tentang PERKOPERASIAN

J UU No.2 Tahun 1992 Tentang USAHA PERASURANSIAN

J UU N0.40 TAHUN 2008 Tentang PERSEROAN TERBATAS

J UU No 10 Tahun 1998 Tentang PERBANKAN

J UU No. 3 Tahun 2004 Tentang BANK INDONESIA

J UU No.16 Tahun 2001 Tentang YAYASAN (diperbarui UU No.28 Th 2004)

J UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN (BADAN USAHA MILIK NEGARA)

J UU. No.21 Tahun 2008 Tentang PERBANKAN SYARIAH

 

 

Referensi :

http://www.pendekarhukum.com/home/3-hukum-dagang/7-pengertia-hukum-dagang.html

http://studihukum.wordpress.com/category/16-hukum-dagang/

http://www.scribd.com/doc/22280214/Hukum-Dagang